Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2009

Kali Adem Rumahku

Sore itu di pinggiran bantaran kali sebuah daerah kumuh Utara Jakarta, tampak perempuan-perempuan dari berbagai generasi berbagi cerita juga tawa. Diantaranya ada Nining seorang perempuan 22 tahun dengan senyum cerah dan rambut panjang berminyak, ada Samsiyah seorang ibu juga nenek yang lebih dari seperempat abad mencecap lumpur dan keruhnya air Kali Adem, ada Nengsih yang sudah bertahun-tahun berjualan ikan asin di pasar Muara Angke, juga ada sejumlah anak perempuan usia sekolah yang duduk-duduk tertawa sambil beberapa diantaranya memainkan hp camera. Mereka semua tampak larut dalam keriaan sederhana yang rutin dirayakan setiap matahari sore perlahan-lahan masuk ke peraduannya.  “Memang biasanya setiap sore jam 3 sampai jam 5, ibu-ibu di Kali Adem ini duduk-duduk sambil bergosip di atas dekat gapura kampung. Semuanya bisa dibicarakan di sini,” celetuk Nining sambil memain-mainkan ujung rambutnya.  Bergosip dan bercanda di sore hari memang saat-saat menyenangkan bagi perempuan-perem

Saya Terinspirasi oleh Si Pembunuh Tuhan

Sepotong Kisah Hidupnya Adalah seorang Jerman bernama Friedrich Nietzsche yang terlahir di Rocken pada 15 Oktober 1844. Hari kelahirannya sama dengan hari lahir Friedrich Wilhelm seorang Raja Prusia waktu itu. Ayah Nietzsche bernama Karl Ludwig Nietzsche seorang Lutheran yang taat dan ibunya bernama Franzizka Oehler. Ibunya begitu memaklumi kekristenannya dan sikapnya itu pada akhirnya akan sering bertabrakan dengan sikap-sikap Nietzsche selanjutnya mengenai Kekristenan. Nietzsche mulai akrab dengan karya-karya Goethe dan Wagner ketika ia masuk ke sebuah sekolah gymnasium. Namun pada umur 14 tahun ia pindah sekolah yang sekaligus asrama bernanam Pforta. Di sekolah itu Nietzsche mulai merasa kagum terhadap karya-karya klasik Yunani dan kejeniusan para pengarang Yunani. Pada tahun-tahun terakhir di Pforta,ia sudah menunjukkan sikap jalangnya. Dalam tulisan Ohme Heimat (tanpa kampung halaman), Nietzsche mengungkapkan gejolak hatinya yang ingin bebas dan minta dipah

Refleksi Sastra Indonesia Dalam Horison

catatan: tulisan ini saya buat ketika masih menjadi wartawan pada LKBN ANTARA Sastra adalah sebuah dunia kreativitas yang tak berkesudahan. Ia harus terus dihidupi oleh nafas-nafas segar dari sang empunya yaitu para sastrawan dengan imaji dari kantong-kantong pikir dan rasanya. Kolaborasi dari elemen pikir dan rasa itu kemudian membentuk sebuah rangkaian kata yang diekspresikan dalam bentuk prosa, puisi ataupun sebuah syair.mHorison sebagai satu-satunya majalah sastra di Indonesia yang masih tetap hidup walaupun begitu tertatih-tatih selama hampir lebih 40 tahun ini merupakan salah satu media ekspresi rangkaian kata kantong rasa dan pikir itu.  "Sejak kelahirannya, Horison telah memainkan peran yang signifikan, dalam melahirkan sastrawan-sastrawan Indonesia terkemuka," ucap Taufik Ismail, sastrawan sekaligus pendiri majalah Horison. Berbagai eksperimentasi sastra kerap kali diumumkan pertama-tama di majalah Horison sebelum belakangan ia diterima sebagai bagian dari tradisi sa