Skip to main content

people soldier

i love the sound, the rapping beat, when all the soldiers with colorful dress and beautiful hat tapping their feet and rhyming the drums

one two three one two trhee....

one soldier blow the flute and the other give an order to stand straight on their feet, fix their clothes and gives smile to the people who crowding around in the field








we are soldier
we dont like to hurt people
we all love peace and fight for it with our soul
we are people soldier

(jogjakarta, alun-alun utara grebeg besar 2008)

Comments

Popular posts from this blog

Di Belakang Film The Mission : Ketika “si Putih” bekerja dengan “si Merah”.

Sedikit Pengantar Film adalah sebuah karya yang tidak mungkin dikreasi sendirian. Ia muncul menjadi semacam perhelatan bersama berbagai elemen di balik layar serta di depan layar yang pada akhirnya menjadi sebuah konsumsi publik. Film berangkat dari sebuah kerja yang solid antar berbagai individu yang sejatinya memiliki visi dan tujuan sama. Tanpa ada kerja yang benar-benar rekat antar berbagai elemen, seperti para aktor, sutradara, teknis produksi ataupun produser, maka sulit dibayangkan akan tercipta sebuah film yang layak untuk ditonton. Lalu bagaimana jika sebuah film digarap oleh berbagai elemen yang masing-masing memiliki stereotipe-stereotipe yang membuat salah satu diantara mereka menjadi “yang lain”. Predikat “yang lain” inilah yang akhirnya menjadi semacam standar bagi para kru film ini untuk memperlakukan si “yang lain” ini dengan berbeda. Inilah yang jadi begitu menarik dan terlihat jelas dalam “dapur” sebuah film garapan sutradara peraih Oscar, Roland Joffe.”Yang lai

Dunia Diane Arbus, Dunia Sunyi Yang Eksentrik

http://www.atgetphotography.com/The-Photographers/Diane-Arbus.html Saya adalah penggemar karya foto yang memotret manusia tepat pada matanya. Bagi saya, mata itu adalah ruang yang mampu berbicara banyak tentang diri. Ia adalah ruang kosong tempat segala pedih, atau keriaan yang jujur tersimpan. Salah seorang fotografer yang saya kagumi karena  mampu menangkap ruang jujur itu adalah Diane Arbus. Ruang-ruang jujur yang tertangkap kamera itu lah yang membuat karya Diane begitu intim. Seperti ada kedekatan yang tidak artifisial. Dalam setiap bidikannya, Diane mampu menangkap mata dengan begitu telanjang. Mungkin juga karena Diane dan subjeknya sesungguhnya tidak berjarak. Bisa jadi, Diane dan subjek foto itu adalah bagian dari masing-masing. Jangan-jangan yang Diane foto adalah proyeksi tentang dirinya sendiri. Siapakah Diane Arbus ? Diane lahir dengan nama Diane Nemerov pada 14 Maret 1923 di New York. Diane berasal dari kalangan menengah New York. Ia adalah putri Gertrude

On The Road

Selama hampir lebih kurang 20 hari (15 Nov 2012-1 Des 2012) saya mendapat kesempatan luar biasa bertemu dengan manusia-manusia luar biasa, yang semuanya adalah pelaku seni pertunjukan baik tutur ataupun teater, di Jawa Timur, Bali, Lombok, Flores, Timor dan Yogyakarta (yang adalah kota saya sendiri). Dan selama hampir 20 hari itu, saya sempat ngobrol-ngobrol dan belajar banyak dari mereka. Oleh karena itu rasanya rugi sekali kalau hasil belajar itu tidak saya dokumentasikan dan saya bagi, paling tidak di blog ini.  1. Ludruk Budhi Wijaya  (Jombang, Jawa Timur) Budhi Wijaya adalah salah satu kelompok seni Ludruk di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, yang cukup populer serta ramai tanggapan. Mulanya kelompok ini bernama Budi Jaya. Ia didirikan oleh Sahid (Aba Sahid) pada tahun 1982. Sahid kemudian menjadi pimpinan kelompok ini, sampai ia menurunkan pada anaknya Didik Purwanto. Sahid mulanya adalah seorang panjak (penabuh gamelan) pada kelompok ludruk Warna Jaya pimpinan Bayan Man