Motor,
Diary, Perjalanan dan Penyadaran
Pada mulanya.
Ernesto Rafael Guevara de la Serna
lahir pada 14 Juni 1928 dari seorang ibu bernama Celia de la Serna y Llosa serta seorang ayah
bernama Ernesto Guevara Lynch. Ernesto lahir di Rosario, Argentina. Ia adalah
anak pertama dari lima bersaudara dari keluarga kalangan menengah atas
keturunan Spanyol, Basque serta Irlandia.
Semenjak kecil Ernesto telah dididik dalam aura penuh kepedulian pada yang
tidak berpunya. Menurut kawan masa kecilnya Carlos Ferrer atau Calica[1], Ernesto memiliki banyak
kawan sepermainan dari keluarga miskin, walaupun ia sendiri berasal dari golongan
keluarga yang cukup mampu. Ernesto berteman dengan anak-anak dari kelas sosial
manapun. Ia menikmati pertemanan dengan anak-anak kelas atas, dan juga
melakukan petualangan tanpa henti bersama anak-anak dari keluarga miskin.
Ernesto besar dan tumbuh di tengah keluarga yang paham akan aliran-aliran
kiri. Semenjak kecil ia telah diperkenalkan pada berbagai pandangan politik.
Ayah Ernesto yang adalah seorang insinyur konstruksi, juga seorang Republikan
dari Perang Sipil Spanyol yang seringkali menerima para veteran perang untuk
bertamu di rumah mereka. Dari berbagai pertemuan dengan para veteran perang
itulah, Ernesto mendapatkan banyak cerita seputar dunia politik.
Pada umur dua tahun, Ernesto terjangkit penyakit asma, yang mendorong
keluarganya untuk pindah ke wilayah yang beriklim lebih kering, Alta Gracia,
Cordoba. Walaupun ia berpenyakit asma akut, Ernesto adalah anak yang aktif,
tidak bisa diam serta gemar berpetualang. Ernesto gemar berolahraga renang,
sepakbola ataupun bersepeda.
Ernesto juga menggemari catur. Ia
belajar dari ayahnya dan sempat berpartisipasi dalam turnamen catur lokal pada
usia 12 tahun. Kebanyakan
dari pendidikan awalnya diperoleh dari ibunya di rumah. Pada usia remaja,
Ernesto telah membaca sebagian besar buku-buku koleksi perpustakaan pribadi
milik ayahnya yang dikatakan memiliki koleksi buku sekitar 3000 buah. Ernesto
juga amat mencintai puisi, terutama karya Pablo Neruda, John Keats,
Antonio
Machado, Federico García Lorca, Gabriela
Mistral, César Vallejo, serta Walt Whitman.
Ia juga hapal luar kepala puisi karya Rudyard Kipling “If” dan Jose
Hernandez berjudul “Martin Fierro”. Koleksi buku yang berjumlah ribuan itu membuat
Ernesto menjadi seorang pembaca yang antusias, dengan sejumlah bacaan yang dari
para penulis ternama seperti Karl Marx, William Faulkner, André Gide, Emilio Salgari serta Jules Verne. Terkadang
ia juga menikmati karya-karya milik Jawaharlal Nehru, Franz Kafka,
Albert Camus,
Vladimir
Lenin, serta Jean-Paul Sartre, Anatole
France, Friedrich Engels, H.G. Wells,
serta Robert Frost.
Kawan masa kecilnya, Calica,
mengatakan, Ernesto tidak bisa hidup tanpa buku, bahkan dalam perjalanan
berpetualangnya kelak, Ernesto mengisi penuh tasnya dengan buku dan hanya sedikit
sekali membawa pakaian. Ketika Ernesto tumbuh semakin besar, ia mengembangkan
minat membacanya pada berbagai penulis Amerika Latin seperti Horacio
Quiroga,
Ciro Alegría, Jorge Icaza,
Rubén Darío,
dan Miguel
Asturias. Berbagai ide dan pemikiran para penulis ini telah ia
tulis ulang dalam buku catatan kecilnya. Ia menuliskan konsep-konsep, definisi
serta pemikiran filsafat sejumlah intelektual berpengaruh itu. Dalam buku
catatan kecilnya itu juga terdapat sketsa Buddha serta Arsitoteles, catatan
mengenai cinta dan patriotisme dari Bertrand Russell, ide mengenai masyarakat
dari Jack London serta ide mengenai kematian dari Nietzsche. Sigmund Freud juga
telah mempesonanya melalui pemikirannya tentang mimpi, libido, oedipus complex
serta narsisme. Subjek favoritnya saat sekolah adalah filsafat, matematika,
teknik, ilmu politik, sosiologi, sejarah dan arkeologi.
Pada tahun 1941, ia masuk ke Colegio
Nacional Dean Funes, sebuah sekolah menengah di Cordoba. Ia kuliah di Universitas
Buenos Aires pada tahun 1948, belajar ilmu kedokteran, dan tertarik mendalami
lepra. Penyakit asmanya mebuat ia didiskualifikasi dari wajib militer. Semasa kuliah, Ernesto bermain untuk tim
rugby Universitas Buenos Aires . Saat itu, Ernesto sempat mendapatkan nama
panggilan Fuser atau El Furibundo (mengamuk)
serta nama belakang ibunya, de la Serna, untuk kelakuannya yang agresif
dalam bermain. Teman-teman sekampusnya sering juga memanggil Chancho
(babi), karena Ernesto jarang sekali mandi dan amat senang mengenakan kaos yang
sama selama seminggu.
Perjalanan
bermotor.
Pada tanggal 4 Januari 1952, pada usianya yang ke-23 Ernesto mengambil cuti
setahun dari kuliah kedokterannya. Ia kemudian melakukan perjalanan bersama
salah seorang sahabatnya Alberto Granado menggunakan motor Norton 1939 500cc milik
Granado. Ia melakukan perjalanan keliling benua Amerika Selatan dengan memulai
rute perjalanan dari Buenos Aires, menyusuri sepanjang pantai Argentina,
melintasi pegunungan Andes di Chile, kemudian melaju ke utara menuju Peru,
Kolumbia lalu Venezuela.Tujuan akhir perjalanan Ernesto saat itu adalah
menghabiskan beberapa minggu untuk menjadi sukarelawan di koloni penderita
Lepra San Pablo, yang berada di tepian sungai Amazon, Peru.
Perhentian pertama mereka adalah Miramar, sebuah resort kecil dimana
kekasih Ernesto Chichina, menghabiskan musim panas dengan keluarga mereka dari
kalangan menengah atas. Ketika itu, Chichina meminjamkan uang 15 dollar AS
kepada Ernesto, agar Ernesto membelikannya sebuah baju renang. Ernesto pun
bersumpah, bahwa ia lebih baik mati kelaparan daripada menghabiskan uang itu
untuk hal lain, selain pesanan Chchina itu.
Pada 14 Februari, kedua sahabat itu mulai menyebrang menuju Chili. Pada
koran lokal, mereka memperkenalkan diri sebagai ahli penyakit lepra
internasional. Karena perkenalan itu, koran itu pun menulis mengenai kisah
“bohong” mereka itu dengan tulisan yang memukau. Akibat kliping koran yang
mereka tunjukkan kepada sejumlah penduduk lokal yang kebetulan mereka lewati
dalam perjalanan, Ernesto dan Granado seringkali mendapatkan makan gratis,
serta kadang-kadang sejumlah kebutuhan yang mereka perlukan.
Kadangkala perjalanan kedua sahabat ini tidak berjalan mulus seperti yang
mereka harapkan. Saat berhenti di sebuah kota bernama Lautaro untuk memperbaiki
motor, kedua sahabat ini diundang dalam sebuah acara dansa. Sayangnya acara
dansa itu tidak berakhir baik, karena Ernesto kedapatan hendak mencoba merayu
seorang perempuan yang sudah menikah. Akibatnya, kedua sahabat itu
dikejar-kejar oleh massa yang tidak terima akan kejadian itu. Saat tiba di Santiago, ibukota Chili, motor
Norton yang mereka gunakan selama ini benar-benar rusak dan tidak bisa dipakai.
Ernesto danGranado lalu memtuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan
kaki.
Pandangan politik Ernesto seperti benar-benar terbuka dan berubah drastis
saat ia dan Granado tiba di sebuah kota pertambangan. Mereka mengunjungi
tambang batu bara Chuquicamata, tambang batu bara terbuka terbesar di dunia dan
merupakan sumber kekayaan Chili yang paling utama. Tambang ini dijalankan oleh
perusahaan monopoli AS dan seringkali dijadikan simbol dominasi asing.
Pertemuan Ernesto dengan pasangan komunis yang sedang mencari pekerjaan di
tambang itu, meninggalkan kesan yang begitu dalam kepada Ernesto. Pada catatan
hariannya, ia menulis “Diterangi sebuah cahaya lilin, bayangan dari para
pekerja tambang menimbulkan aura yang sangat misterius serta tragis,
...pasangan ini, udara dingin yang begitu menusuk di tengah malam, saling
berpelukan, merupakan presentasi sempurna kaum proletar di belahan dunia
manapun,”.
Ernesto dalam catatan hariannya itu mulai menulis dan mengekstrasi ide-ide
mengenai ketidakadilan serta hal-hal yang tragis, akibat sebuah sistem yang
tidak manusiawi. Lewat catatan-catan harian yang ia tulis sepanjang perjalanan
itu, Ernesto mulai menuruni menara gadingnya.
Di Peru, Ernesto amat terkesan dengan peradabadan Inca. Saat menumpang truk
bersama dengan para penduduk asli, Indian, serta hewan-hewan ternak, membuat
Ernesto merasakan kedekatan yang begitu akrab dengan orang-orang lokal itu.
Ketika sampai di Lima, dua orang sahabat itu bertemu dengan Hugo Pesce, seorang
peneliti lepra terkenal yang kebetulan adalah seorang Marxist. Dalam
pertemuannya itu, Ernesto terlibat dalam sebuah diskusi politik dengan Pesce.
Sepuluh tahun kemudian, Ernesto memberi penghargaam kepada Hugo dalam buku
pertamanya, Guerilla Warfare, bahwa ahli lepra itu telah memberikan
pengaruh yang cukup besar dalam tulisan-tulisannya. Secara kongkrit, Ernesto
mengirimkan kopi buku pertamanya itu kepada Pesce.
Dari Lima, ibukota Peru, Ernesto dan Granado melanjutkan perjalanan menuju
hutan Amazon dan tinggal selama tiga minggu di San Pablo, sebuah koloni lepra
yang berada di dalam hutan. Selama tiga minggu, kedua sahabat itu memberikan
konsultasi dan perawatan kepada para pasien. Pada suatu malam, saat berada di
koloni lepra itu, Ernesto dengan ekspresif berenang menyebrang dari sisi sungai
Amazon tempat para dokter tinggal ke sisi dimana para penderita lepra berada.
Ia berenang menyebrangi sungai itu sejauh empat kilo meter. Secara eksplisit,
Ernesto ingin melebur dan bersatu dengan para penderita lepra itu tanpa
dibatasi sungai Amazon. Ernesto ingin merasakan penderitaan yang sama dengan
mereka.
Pada ulang tahunnya yang ke-24, Ernesto melakukan pidato politik pertamanya
di depan para dokter dan perawat di koloni lepra San Pablo. Ia berpidato tentang
kesatuan Amerika Latin. Pada catatan hariannya ia mengatakan “Kita percaya,
dan setelah perjalanan ini, saya bahkan lebih percaya dari sebelumnya, bahwa
pembagian Amerika Latin dalam berbagai nasionalitas adalah sesuatu yang tidak
masuk akal,” ucapnya.
Setelah berkarya dan mendapatkan begitu banyak kesadaran baru, Ernesto dan
Granado melanjutkan perjalanan ke Kolombia dan Venezuela, dimana Granado
menemukan pekerjaan di leprosarium. Sementara Ernesto kembali ke Argentina
melalui Miami, dimana ia harus menghabiskan 20 hari di Miami, karena pesawat
yang ia tumpangi mengalami kerusakan mesin. Sampai di Argentina, seluruh
keluarga menyambut kepulangan sang putra pertama dalam keluarga itu.
Saat itu Ernesto telah menjadi manusia baru. “Saya akan berdiri di samping
rakyat. Saya akan menembus barikade dan halangan yang ada, berteriak seperti
orang kesurupan, akan membasahi senjataku dengan darah, dan marah serta
mengamuk, saya akan menebas setiap leher para musuh yang menghalangi,”
tulis Ernesto dalam diarynya.
Ini adalah perjalanan pertama Ernesto yang memberi kesadaran baru baginya,
seperti kisah Pangeran Sidharta yang ketika berjalan keluar dari kerangkeng
istana emasnya, melihat kenyataan yang memilukan hati. Hingga akhirnya,
Sidharta memutuskan untuk melepaskan kemewahan dan pergi melebur dengan sunyata
di luar tembok istana. Ernestopun tidak berhenti pada perjalanan bermotor
dengan Norton tahhun 1939 itu. Ia juga tidak hanya berhenti pada sekedar
mencatat dalam diary yang menjadi semacam manuskrip titik balik penyadarannya.
Ernesto kemudian melakukan petualangan-petualangan selanjutnya yang akhirnya
membuat ia menjadi seorang “Che”.
Menjadi
Comandate “Che” Guevara.
Ernesto Guevara akhirnya lulus sebagai seorang dokter pada tahun 1953. Ia
mengambil spesialisasi pada ilmu dermatologi (ahli penyakit kulit). Sesudah
kelulusannya itu, Ernesto melakukan perjalanan kembali. Kali ini ia tidak
bersama Granado, tidak juga bermotor. Kali ini ia ditemani oleh seorang sahabat
masa kecilnya selama di Alta Gracia, Carlos Ferrer atau disebut dengan Calica.
Ernesto pada saat itu, telah menjadi dokter Ernesto, ia menjelajahi
Bolivia, Peru dan Ekuador. Pada masa-masa itu, ia tertarik pada reformasi kaum
buruh yang menyulut revolusi Nasional 1952 di Bolivia. Dengan cara berjalan dan
mencari tumpangan ke Guatemala, Ernesto bersama kawannya Calica, menyaksikan
tergulingnya pemerintahan sosialis radikal Jacobo Arbenz oleh Castillo Armas
yang disponsori AS. Pada saat itu, Ernesto tidak bisa melakukan apa-apa,
kecuali mencatat bahwa CIA berperan dalam akso kontra-revolusi. Ernesto pun
membangun hubungan dengan Apristas, tokoh radikal Peru dan beberapa tokoh
radikal Amerka Latin yang lain. Pada saat penggulingan itu, Ernesto suka rela
ikut berjuang. Ketika itu, Arbenz memerintahkan para pendukungnya untuk
meninggalkan negara itu, dan Ernesto pun dengan cepat mencari tempat
perlindungan di konsulat Argentina.
Bulan September tahun 1954, Ernesto pindah ke Mexico City dan mendapatkan
pekerjaan di General Hospital. Saat itu ia memperbaharui kembali
persahabatannya dengan rekan-rekan Castro.
Melalui peran Hilda Gadea, seorang Peru yang menganut paham Marxist, ia
menemui Fidel Castro dan melibatkan diri dalam rencana menyerang Kuba. Di
Mexico, Ernesto pun menikahi Gadea, dan mereka dikarunia seorang puter bernama
Hildita.
Di bawah pengaruh Castro, Alberto Bayo dan tulisan-tulisan Mao Tse-Tung,
Ernesto mulai membentuk aksioma dasar dari filosofi perang gerilya. Pada masa
itu ia mulai dipanggil Che, karena kebiasaannya mengakhiri kalimat atau
panggilan kepada sahabatnya dengan sebutan “Che” (sebuah panggilan akrab khas
Argentina yang berarti teman atau buddy).
Pada tahun 1956, kaum revolusioner mendarat di Kuba dengan menggunakan
kapal Grandma milik seorang warga Amerika. “Che”, Castro serta 80 pemberontak
lainnya, segera setelah turun dari kapal itu, di sebuah wilayah berpaya-paya
dekat Niquero, Kuba Tenggara, diserang oleh tentara Batista. Serangan itu menjadi
tanda dimulainya perang gerilya selama tiga tahun untuk menentang diktator Kuba,
Fulgencio Batista. Serangan itu juga menjadi sebuah titik balik bagi dokter
Ernesto Guevara de la Serna menjadi seorang “Che” yang revolusioner. Dalam
serangan yang terjadi secara membabi buta itu, hanya 12 pemberontak yang
selamat, dan saat itu, “Che”, yang adalah seorang dokter ketika meletakkan tas
ranselnya yang berisi perbekalan medis, lalu mengangkat sebuah kotak amunisi
yang diturunkan oleh kawan-kawan seperjuangannya yang melarikan diri adalah saat
dimana ia bermetamorfosa dari seoran dokter menjadi pejuang.
Perang gerilya yang meletus selama tiga tahun itu, juga telah menjadikan
“Che” Comandate (Komandan) dalam pasukan gerilyawan itu. Comandate “Che”
Guevara lah yang akhirnya membawa pasukannya pada akhir 1958 merebut kota Santa Clara dengan menggelincirkan
satu kereta api baja dimana didalamanya dipenuhi oleh pasukan Batista.
Akhir
hidupnya.
Setelah Castro berkuasa, “Che” menjadi orang kedua paling berkuasa di Kuba,
yang hanya bertanggung jawab kepada Fidel Castro. Pada masa pemerintahan Castro
dan ketika terjadi krisis misil Kuba, “Che” mendukung konfrontasi nuklir yang
terjadi. Ia menikahi Aleida March de la Torre yang memberinya empat anak. Tahun
1961- 1965 ia dan istrinya menempuh perjalanan ke seluruh dunia sebagai
dutabesar bagi Kuba. Karena kecewa dengan komunisme Uni Soviet, ia menyerukan
gerakan revolusioner dengan pola gerilya dilakukan di Afrika dan Amerika
Selatan. Che pergi diam-diam ke Kinshasa, Kongo, untuk mendukung kaum
pemberontak. Tetapi sayangnya kaum pemberontak di Kongo itu pun kalah, dan Che
meninggalkan negeri itu pada Agustus 1965.
Castro secara tidak resmi menyisihkan Guevara dari kantornya karena
perbedaan pendapat mengenai masa depan Kuba. Menyamar sebagai ahli ekonomi
Uruguay, Che Guevara bepergian ke seluruh Amerika Latin. Bulan November 1966,
ia memimpin sekelompok gerilyawan di Bolivia tenggara, mencoba mengilhami para
petani dan buruh untuk melancarkan gerakan revolusioner yang diharapkan
menyebar ke seluruh Amerika Latin, untuk mencipatkan “duapuluh Vietnam yang
baru”.
Dalam perjuangan itu penyakit lamanya kambuh. Asma memang tak kenal
kompromi dalam dataran tinggi seperti Bolivia. Didera berbagai musibah, tekanan
dan penyakit, kelompok gerilyawan itu tersudut di sebuah jurang oleh batalyon
tentara Bolivia (yang telah dilatih oleh Pasukan Khusus AS dalam
mengantisipiasi perang gerilya) pada tanggal 8 Oktober 1967. Dua jet tempur dan
sebuah helikopter mendukung batalyon itud ari udara. Che dibawa ks suatu tempat
di dekat kota La Higuera.
Che menolak diinterogasi oleh CIA dan pejabat resmi Bolivia. Hingga
akhirnya Presiden Bolivia, Jenderal Rene Barrientos, memerintahkan eksekusi atas Guevara secepat
mungkin. Tanggal 9 Oktober 1967, setidaknya enam tembakan disarangkan ke tubuh
Che Guevar.
Sebuah kesaksian mengungkapkan kata-kata terakhirnya “Aku tahu kalian akan
menembakku; aku tidak akan dibiarkan tetap hidup. Katakan pada Fidel bahwa
kegagalan ini bukan berarti berakhirnya revolusi, yang kelak akan berjaya
dimana-mana. Katakan pada Aleida untuk melupakan aku, menikahi kembali dan menjadi bahagia, dan
biarkan anak-anak tetap belajar. Biarkan tentara-tentara itu melakukan tugasnya
dnegan baik,” Sementara itu kesaksian yang lain mengungkapkan bahwa kata-kata
terakhir Che adalah “Tembaklah, penakut! Yang kalian bunuh adlaah seorang
lelaki sejati!”
Setelah ia meninggal, tangannya dipotong untuk mengidentifikasi jatidiri
yang sesungguhnya. Laboratorium menyatakan bahwa ia benar-benar Che Guevara.
Mayatnya dimakamkan secara rahasia. Ketika ditembak mati, Che baru mencapai
usia 39 tahun.
Pada bulan Juni 1997, sebuah tim ilmuwan dari Kuba dan Argentia merangkai
kembali tulang belulang Che, serta kedua tangan yang hilang, di kota
Vallegrande. Tulang belulang itu kemudian dikembalikan ke Kuba.
(bersambung ke bagian 3)
[1] Salah seorang
sahabat dari masa kecil Che di Alta Gracia yang menjadi sahabat perjalanan Che
pada Juli 1953, dimana mereka menjelajah Bolivia, Peru dan Ekuador.
Comments